Go Green
Mulai Penghijauan dari Hal yang Kecil
Efek global warming semakin hari semakin terasa. Penghijauan merupakan cara terbaik untuk mengurangi hal tersebut.
Semakin hari, banyak yang membicarakan tentang efek Global Warming seperti diantaranya suhu udara yang meningkat, perubahan cuaca ekstrim dan ketidakteraturan musim. Sepertinya, kesadaran manusia akan pentingnya penghijauan sendiri sangat minim. Saya sendiri mengakui bahwa manusia justru semakin sibuk untuk menambah gobal warming itu seperti, memperparah polusi udara, penggunaan CFC pada Almari Es dan AC, dan lain sebagainya. Umumnya hal ini tidaklah terlalu diperhatikan oleh masyarakat pada umumnya. Adapun masyarakat yang memikirkan akan penghijauan itu sendiri sangatlah sedikit.
Sebetulnya, dengan cara yang kelihatannya sederhana pun kita dapat berpartisipasi dalam pengurangan efek global warming ini. Misalnya kita selaku seorang pelajar, ikut dalam penanaman pohon dilingkungan sekolah serta membiarkan tanaman di dekitar kita tumbuh dengan baik. Walaupun tidak seberapa, tapi saya sadar apabila semakin banyak manusia yang sadar akan penghijauan dan mencoba untuk menanam 1 tanaman saja pasti keadaannya akan menjadi lebih baik.
Yang menjadi kendala saat ini mungkin semakin kurangnya lahan untuk penghijauan itu karena makin menjamurnya gedung-gedung perkotaan.Bagaimana kalau kita memulai dari lingkungan terdekat?? Itulah yang harus kita lakukan. Mulailah dari lingkungan kita sendiri. Seperti misalnya halaman rumah yang bisa ditanami dengan pohon mangga, rambutan, nangka,dsb. Selain rumah kita menjadi sejuk dan nyaman, buah-buah yang dihasilkan juga bisa kita manfaatkan.
Lalu bagaimana jika lahan yang kita miliki sempit?? Kita dapat menggunakan teknik penanaman pohon dengan media non tanah, atau mungkin juga menggunakan teknik bonsai. Jika kita mampu menata sedemikian rupa, maka lingkungan rumah kita akan terlihat lebih indah dan asri. Tentu hal ini akan menjadi kebanggaan kita.
Atau apabila memang tidak ada lagi lahan dirumah kita, kita bisa mulai menaman di pinggir-pinggir jalan, di pinggir lapangan atau tempat umum disekitar kita. Ajak orang rumah atau tetangga kita untuk turut melakukannya. Kalau mereka tidak mau, berilah keterangan kepada mereka akan manfaat yang akan diperoleh dari kegiatan yang dilakukan tersebut.
Tapi, sekarang ini, saya semakin prihatin melihat banyaknya areal persawahan yang berubah menjadi lahan perumahan dan pertokoan. Di kampung-kampung yang terbilang kota sepi saja sudah tidak sejuk lagi seperti dulu akibat dirambah oleh laju perkembangan pembangunan kota dan teknologi. Namun, kita juga masih patut berbangga, karena kita masih memiliki hutan-hutan yang menjadi paru-paru dunia. Akan tetapi, bila kita tidak menjaganya, maka bukan tidak mungkin bila kelak anak cucu kita hanya mendengar cerita tentang keindahan hutan Indonesia saja tanpa dapat melihat dan menikmatinya.
Semakin hari, banyak yang membicarakan tentang efek Global Warming seperti diantaranya suhu udara yang meningkat, perubahan cuaca ekstrim dan ketidakteraturan musim. Sepertinya, kesadaran manusia akan pentingnya penghijauan sendiri sangat minim. Saya sendiri mengakui bahwa manusia justru semakin sibuk untuk menambah gobal warming itu seperti, memperparah polusi udara, penggunaan CFC pada Almari Es dan AC, dan lain sebagainya. Umumnya hal ini tidaklah terlalu diperhatikan oleh masyarakat pada umumnya. Adapun masyarakat yang memikirkan akan penghijauan itu sendiri sangatlah sedikit.
Sebetulnya, dengan cara yang kelihatannya sederhana pun kita dapat berpartisipasi dalam pengurangan efek global warming ini. Misalnya kita selaku seorang pelajar, ikut dalam penanaman pohon dilingkungan sekolah serta membiarkan tanaman di dekitar kita tumbuh dengan baik. Walaupun tidak seberapa, tapi saya sadar apabila semakin banyak manusia yang sadar akan penghijauan dan mencoba untuk menanam 1 tanaman saja pasti keadaannya akan menjadi lebih baik.
Yang menjadi kendala saat ini mungkin semakin kurangnya lahan untuk penghijauan itu karena makin menjamurnya gedung-gedung perkotaan.Bagaimana kalau kita memulai dari lingkungan terdekat?? Itulah yang harus kita lakukan. Mulailah dari lingkungan kita sendiri. Seperti misalnya halaman rumah yang bisa ditanami dengan pohon mangga, rambutan, nangka,dsb. Selain rumah kita menjadi sejuk dan nyaman, buah-buah yang dihasilkan juga bisa kita manfaatkan.
Lalu bagaimana jika lahan yang kita miliki sempit?? Kita dapat menggunakan teknik penanaman pohon dengan media non tanah, atau mungkin juga menggunakan teknik bonsai. Jika kita mampu menata sedemikian rupa, maka lingkungan rumah kita akan terlihat lebih indah dan asri. Tentu hal ini akan menjadi kebanggaan kita.
Atau apabila memang tidak ada lagi lahan dirumah kita, kita bisa mulai menaman di pinggir-pinggir jalan, di pinggir lapangan atau tempat umum disekitar kita. Ajak orang rumah atau tetangga kita untuk turut melakukannya. Kalau mereka tidak mau, berilah keterangan kepada mereka akan manfaat yang akan diperoleh dari kegiatan yang dilakukan tersebut.
Tapi, sekarang ini, saya semakin prihatin melihat banyaknya areal persawahan yang berubah menjadi lahan perumahan dan pertokoan. Di kampung-kampung yang terbilang kota sepi saja sudah tidak sejuk lagi seperti dulu akibat dirambah oleh laju perkembangan pembangunan kota dan teknologi. Namun, kita juga masih patut berbangga, karena kita masih memiliki hutan-hutan yang menjadi paru-paru dunia. Akan tetapi, bila kita tidak menjaganya, maka bukan tidak mungkin bila kelak anak cucu kita hanya mendengar cerita tentang keindahan hutan Indonesia saja tanpa dapat melihat dan menikmatinya.
PENGHIJAUAN
Sumber:
A.
Pendahuluan
Penghijauan
adalah salah satu kegiatan penting yang harus dilaksanakan secara konseptual
dalam menangani krisis lingkungan. Begitu pentingnya sehingga penghijauan sudah
merupakan program nasional yang dilaksanakan di seluruh Indonesia.
Banyak fakta
yang menunjukkan bahwa tidak jarang pembangunan dibangun di lahan pertanian
maupun ruang terbuka hijau. Padahal tumbuhan dalam ekosistem berperan sebagai
produsen pertama yang mengubah energi surya menjadi energi potensial untuk makhluk
lainnya dan mengubah CO2 menjadi O2 dalam proses fotosintesis. Sehingga dengan
meningkatkan penghijauan di perkotaan berarti dapat mengurangi CO2 atau polutan
lainnya yang berperan terjadinya efek rumah kaca atau gangguan perubahan iklim.
Di samping vegetasi berperan dalam kehidupan dan kesehatan lingkungan secara
fisik, juga berperan estetika serta kesehatan jiwa. Mengingat pentingnya
peranan vegetasi ini terutama di perkotaan untuk menangani krisis lingkungan
maka diperlukan perencanaan dan penanaman vegetasi untuk penghijauan secara
konseptual.
Dari
berbagai pengamatan dan penelitian ada kecenderungan bahwa pelaksanaan
penghijauan belum konseptual, malah terkesan asal jadi. Memilih jenis tanaman
dengan alasan mudah diperoleh, murah harganya dan cepat tumbuh.
B.
Penghijauan Perkotaan
Penghijauan
dalam arti luas adalah segala daya untuk memulihkan, memelihara dan
meningkatkan kondisi lahan agar dapat berproduksi dan berfungsi secara optimal,
baik sebagai pengatur tata air atau pelindung lingkungan. Ada pula yang
mengatakan bahwa penghijauan kota adalah suatu usaha untuk menghijaukan kota
dengan melaksanakan pengelolaan taman-taman kota, taman-taman lingkungan, jalur
hijau dan sebagainya. Dalam hal ini penghijauan perkotaan merupakan kegiatan
pengisian ruang terbuka di perkotaan.
Pada proses
fotosintesa tumbuhan hijau mengambil CO2 dan mengeluarkan C6H12O6 serta peranan
O2 yang sangat dibutuhkan makhluk hidup. Oleh karena itu, peranan tumbuhan
hijau sangat diperlukan untuk menjaring CO2 dan melepas O2 kembali ke udara. Di
samping itu berbagai proses metabolisme tumbuhan hijau dapat memberikan
berbagai fungsi untuk kebutuhan makhluk hidup yang dapat meningkatkan kualitas
lingkungan.
Setiap tahun
tumbuh-tumbuhan di bumi ini mempersenyawakan sekira 150.000 juta ton CO2 dan
25.000 juta ton hidrogen dengan membebaskan 400.000 juta ton oksigen ke
atmosfer, serta menghasilkan 450.000 juta ton zat-zat organik. Setiap jam 1 hari
daun-daun hijau menyerap 8 kg CO2 yang ekuivalen dengan CO2 yang diembuskan
oleh napas manusia sekira 200 orang dalam waktu yang sama. Setiap pohon yang
ditanam mempunyai kapasitas mendinginkan udara sama dengan rata-rata 5
pendingin udara (AC), yang dioperasikan 20 jam terus menerus setiap harinya.
Setiap 93 m2 pepohonan mampu menyerap kebisingan suara sebesar 8 desibel, dan
setiap 1 ha pepohonan mampu menetralkan CO2 yang dikeluarkan 20 kendaraan. (Zoer’aini Djamal Irwan,1996).
Begitu
pentingnya peranan tumbuhan di bumi ini dalam menangani krisis lingkungan
terutama di perkotaan, sangat tepat jika keberadaan tumbuhan mendapat perhatian
serius dalam pelaksanaan penghijauan perkotaan sebagai unsur hutan kota.
Penghijauan
berperan dan berfungsi
1. Sebagai paru-paru kota. Tanaman sebagai
elemen hijau, pada pertumbuhannya menghasilkan zat asam (O2) yang sangat
diperlukan bagi makhluk hidup untuk pernapasan;
2. Sebagai pengatur lingkungan (mikro), vegetasi
akan menimbulkan hawa lingkungan setempat menjadi sejuk, nyaman dan segar;
3. Pencipta lingkungan hidup (ekologis);
4. Penyeimbangan alam (adaphis) merupakan pembentukan
tempat-tempat hidup alam bagi satwa yang hidup di sekitarnya;
5. Perlindungan (protektif), terhadap kondisi
fisik alami sekitarnya (angin kencang, terik matahari, gas atau debu-debu);
6. Keindahan (estetika);
7. Kesehatan (hygiene);
8. Rekreasi dan pendidikan (edukatif);
9. Sosial politik ekonomi.
Seperti yang
dikemukan oleh Eckbo (1956) bahwa pemilihan jenis tanaman untuk penghijauan
agar tumbuh dengan baik hendaknya dipertimbangkan syarat-syarat hortikultura
(ekologikal) dan syarat- syarat fisik. Syarat hortikultural yaitu respons dan
toleransi terhadap temperatur, kebutuhan air, kebutuhan dan toleransi terhadap
cahaya matahari, kebutuhan tanah, hama dan penyakit, serta syarat-syarat fisik
lainnya yaitu tujuan penghijauan, persyaratan budi daya, bentuk tajuk, warna,
aroma.
C.
Unsur Hutan Kota
Fungsi dan
manfaat hutan antara lain untuk memberikan hasil, pencagaran flora dan fauna,
pengendalian air tanah dan erosi, ameliorasi iklim. Jika hutan tersebut berada
di dalam kota fungsi dan manfaat hutan antara lain menciptakan iklim mikro, engineering, arsitektural,
estetika, modifikasi suhu, peresapan air hujan, perlindungan angin dan udara,
pengendalian polusi udara, pengelolaan limbah dan memperkecil pantulan sinar
matahari, pengendalian erosi tanah, mengurangi aliran permukaan, mengikat
tanah. Konstruksi vegetasi dapat mengatur keseimbangan air dengan cara
intersepsi, infiltrasi, evaporasi dan transpirasi.
Menelaah
fungsi penghijauan perkotaan dan fungsi hutan dapat dikatakan bahwa penghijauan
perkotaan merupakan unsur dari hutan kota. Sedangkan hutan kota adalah bagian
dari ruang terbuka hijau kota. Hutan kota (urban
forestry) menurut Grey dan Denehe (1978), meliputi semua vegetasi
berkayu di dalam lingkungan pemukiman, mulai dari kampung yang kecil sampai
kota besar. Fukuara dkk. (1988) mengemukakan tentang hutan kota, yaitu ruang
terbuka yang ditumbuhi vegetasi berkayu di wilayah perkotaan yang memberikan
manfaat lingkungan sebesar-besarnya kepada penduduk kota dalam kegunaan
proteksi, estetika serta rekreasi khusus lainnya.
Sedangkan
menurut Grey dan Denehe (1978), hutan kota (urban
forestry) meliputi semua vegetasi berkayu di dalam lingkungan
pemukiman, mulai dari kampung yang kecil sampai kota besar. Mengingat
pekarangan mengandung sifat perhutanan yang beraspirasi untuk kepentingan
rakyat, maka pengembangan perhutanan yang bersifat pekarangan ini tampaknya
lebih demokrasi yaitu sistem agroforestry
yang dikelola rakyat. Pekarangan dapat menghasilkan kayu, bambu, karbohidrat,
protein, lemak, vitamin dan obat-obatan.
Sebagai
konsekuensi tumbuhan sebagai produsen pertama dalam ekosistem, dan mengingat
fungsi hutan kota dan fungsi penghijauan perkotaan sangat bergantung kepada
vegetasi yang digunakan maka tidak perlu lagi dipersoalkan luas lahan sebagai
syarat hutan kota. Yang penting adalah jumlah dan keanekaragaman vegetasi yang
ditaman di perkotaan sebanyak mungkin. Dengan demikian penghijauan perkotaan
sebagai unsur hutan kota perlu ditingkatkan secara konseptual meliputi
perencanaan, pelaksanaan dan pemeliharaan dengan mempertimbangkan aspek
estetika, pelestarian lingkungan dan fungsional. Pelaksanaan harus sesuai dengan
perencanaan begitu pula pemeliharaan harus dilakukan secara terus-menerus.
D.
Teknik Penanaman
Faktor-faktor
utama yang perlu diperhatikan yaitu dalam teknik penanaman pohon adalah:
1. Pemilihan Bibit Tanaman.
Bibit
generatif adalah berasal dari biji, merupakan bibit yang lebih tepat karena
mempunyai akar tunggang dan dapat hidup lebih lama. Bibit vegetatif, adalah
bibit yang berasal dari bagian-bagian vegetatif tanaman, seperti batang, daun
dan akar. Bibit vegetatif umumnya kurang kokoh dan perakarannya dangkal
sehingga cepat merusak trotoar, jalan atau saluran drainase.
Bibit yang
baik sekurang-kurangnya telah tumbuh di wadahnya selama 6 bulan dengan batang
tinggi minimal + 1.50 m dan diameter 0.05 m, untuk mengujinya cukup dengan
mencabut bibit tersebut. Apabila bibit mudah lepas dari wadahnya berarti baru
dipindahkan dan belum cukup baik ditanam di lapangan, sebaliknya jika sulit
dilepaskan berarti perakarannya sudah terbentuk dengan baik dan dapat ditanam
di lapangan;
2. Penanaman.
Lubang tanam
perlu dipersiapkan sedikitnya satu minggu sebelum penanaman dilakukan. Ukuran
lubang tanam sangat bergantung pada besarnya tanaman. Ukuran standar lubang
tanam adalah 0.75 m (tinggi) x 0.90 m (lebar) x 0.90 m (panjang);
3. Perawatan Pascatanam.
Mempertahankan
posisi tumbuh agar tetap tegak dan stabil. Menyiram tanaman 2-3 hari sekali
terutama di musim kemarau sambil membuang ranting-ranting yang kerimg. Memupuk
tanaman 3 bulan sekali dengan pupuk NPK 25 gram per lubang
E.
Manfaat Hutan:
1. Sebagai suplyer Oksigen yang merupakan bahan
baku utama untuk pernafasan manusia.
2. Sebagai pencegah banjir.
3. Sebagai penyejuk alam.
4. Sebagai paru-paru dunia.
.
REBOISASI HUTAN MANGROVE
SEBAGAI
SALAH SATU UPAYA UNTUK
MENGURANGI
GLOBAL WARMING
Oleh I Nengah Subadra*)
Sumber:
http://globalgreenview.blogspot.com/2007/11/reboisasi-hutan-mangrove-sebagai-salah.html
Reboisasi
(bahasa Inggris: reforestation)
adalah penanaman kembali hutan yang telah ditebang (tandus atau gundul).
Reboisasi berguna untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia dengan menyerap
polusi dan debu dari udara, membangun kembali habitat dan ekosistem alam,
mencegah pemanasan global dengan menangkap karbon dioksida dari udara, serta
dimanfaatkan hasilnya (terutama kayu). Salah contoh upaya reboisasi yang
menarik adalah prakarsa pemerintah Kabupaten Garut yang dimulai pada tahun 2009
yaitu meminta setiap pengantin baru untuk menanam 10 pohon dan 50 pohon bagi
pasangan yang bercerai.
Kerusakan hutan tropis yang terjadi di berbagai negara di
dunia semakin meningkat dari tahun ke tahun dan bahkan dalam dua atau tiga dekade
yang akan datang diperkirakan akan mengalami ancaman kepunahan yang disebabkan
karena penebangan liar (illegal logging),
pengalihan fungsi lahan, eksploitasi hutan yang berlebihan, dan lain-lain.
Sehingga pada awal
tahun 1990-an para ahli
lingkungan dari seluruh dunia mengadakan pertemuan di Rio de Jenero, Brasil
yang pada intinya membahas mengenai langkah dan strategi yang harus dilakukan
untuk melestarikan alam termasuk juga upaya mengurangi laju kerusakan atau
penyelamatan hutan tropis tersebut.
Di
Indonesia, laju kerusakan hutan mencapai 2,8 juta hektar per tahun dari total
luas hutan yaitu seluas 120 juta hektar yang tersebar di seluruh pelosok
Indonesia. Dari total luas hutan tersebut, sekitar 57 sampai 60 juta hektar
sudah mengalami degradasi dan kerusakan sehingga sekarang ini Indonesia hanya
memiliki hutan yang dalam keadaan baik kira-kira hanya seluas 50% dari total luas
yang ada. Kondisi semacam ini apabila tidak disikapi dengan arif dan segera dilakukan
upaya-upaya penyelamatan oleh pemerintah dan seluruh warga Negara Indonesia
maka dalam jangka waktu dua dasawarsa Indonesia akan sudah tidak memiliki hutan
lagi (Mangrove Information Center, 2006).
Indonesia
merupakan salah satu negara yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia
mencapai 25% dari total luas
hutan mangrove di seluruh dunia (18 juta hektar) yaitu seluas 4.5 juta hektar
atau sebanyak 3,8 % dari total luas hutan di Indonesia secara keseluruhan.
Sedikitnya luas hutan mangrove ini mengakibatkan perhatian Pemerintah Indonesia
terhadap hutan mangrove sangat sedikit juga, dibandingkan dengan hutan darat.
Kondisi hutan mangrove juga mengalami kerusakan yang hampir sama dengan keadaan
hutan-hutan lainnya di Indonesia (Mangrove Information Center, 2006).
Penebangan
hutan baik hutan darat maupun hutan mangrove secara berlebihan tidak hanya
mengakibatkan berkurangnnya daerah resapan air, abrasi (pengkikisan tepian
pantai), dan bencana alam seperti erosi dan banjir tetapi juga mengakibatkan hilangnya
pusat sirkulasi dan pembentukan gas karbon dioksida (CO2) dan oksigen O2 yang
diperlukan manusia untuk kelangsungan hidupnya.
Kebanyakan
orang (khususnya para pengusaha yang memperjualbelikan hasil kayu hutan,
investor yang mengembangkan usahanya dengan menebang hutan dan digantikan
dengan tanaman lainnya seperti kelapa sawit atau menggantinya dengan usaha lain
seperti tambak, dan oknum pejabat yang mengeluarkan ijin untuk penebangan kayu
di hutan) menutup mata dan sama sekali tidak merasa bersalah dan berdosa
terhadap bencana-bencana alam yang sudah, sedang dan akan terjadi sehubungan
dengan kegiatan yang mereka lakukan. Miskinnya keperdulian dan kesadaran
terhadap lingkungan bagi orang-orang tersebut harus ditingkatkan secara khusus
di era yang sedang gencar- gencar membicarakan tentang global warming karena
model pendidikan lingkungan yang biasanya dilakukan sudah tidak mampu lagi untuk
menyadarkan manusia-manusia serakah tersebut yang cenderung mengkorbankan
kepentingan orang banyak demi kepentingan pribadi dan keluarganya.
Dapat
diyakini bahwa orang tersebut memiliki kontribusi yang banyak terhadap global
warming yang terjadi sekarang ini sehingga mereka sepantasnya mendapatkan ganjaran
yang setimpat atas perbuatannya. Berani dan mampukah aparat penegak hokum di
Indonesia untuk menindak tegas para oknum ini demi keselamatan dan keberlangsungan
alam serta kepentingan dan kelangsungan hidup manusia di Indonesia dan dunia?
Fakta
kerusakan hutan khususnya mangrove dapat dilihat dengan jelas di Bali.
Pembabatan hutan mangrove secara besar-besaran mulai dari Desa Pesanggaran
sampai dengan Desa Pemogan (perbatasan antara Kota Denpasar dan Kabupaten
Badung) yang dilakukan sebelum tahun 1990an yang dilakukan oleh investor yang
bergerak dalam bidang usaha tambak udang telah mengakibatkan berkurangnya luas
area hutan mangrove secara drastis di wilayah tersebut. Pada awal perkembangannya
tambak-tambak udang tersebut memang menguntungkan dan mampu meningkatkan
perekonomian masyarakt lokal. Tetapi, setelah beberapa tahun beroperasi,
tambak-tambak tersebut mulai mengalami kerugian sehingga mengakibatkan kebangkrutan
yang berujung pada penutupan usaha pertambakkan.
Hengkangnya
para investor tambak udang tersebut meninggalkan bekas dan luka yang mendalam
dan berkepanjangan bagi lingkungan di tempat tersebut sampai sekarang. Pohon
mangrove pun tidak bisa tumbuh lagi khususnya ditempat-tempat pemberian makanan
udang karena kerasnya bahan kimia yang dipakai untuk membesarkan udang secara instant.
Sedangkan investor-investor
tersebut sudah menghilang entah kemana??
Menyikapi
fenomena tersebut, Pemerintah Indonesia melalui Departemen Kehutanan
mengeluarkan beberapa kebijakan
(policy) yang diharapkan mampu menyelamatkan kekayaan alam berupa hutan tropis
yang tersebar di seluruh penjuru nusantara. Salah satu kebijakannya adalah
tentang upaya penyelamatan hutan mangrove yang selanjutnya pada tahun 1992
dibentuk Pusat Informasi Mangrove (Mangrove Information Center).
Mangrove
Information Center (MIC) merupakan proyek kerjasama antara Pemerintah Indonesia
melalui Proyek Pengembangan Pengelolaan Hutan Mangrove Lestari dan Pemerintah
Jepang melalui Lembaga Kerjasama Internasional Pemerintah Jepang melalui Japan
International Corporation Agency (JICA).
Proyek
kerjasama ini terdiri dari beberapa tahapan. Tahap pertama dimulai pada tahun 1992
dan berakhir tahun 1997. Pada tahapan ini, Pemerintah Jepang mengirim team
untuk melakukan identifikasi hal-hal apa saja yang dibutuhkan dan dilakukan.
Dari hasil identifikasi ini, dibentukalan team bersama antara Pemerintah
Indonesia dan Pemerintah Jepang dan selanjutnya sepakat untuk membangun Proyek
Pengelolaan Hutan Mangrove Lestari. Proyek ini bertujuan untuk mengidentifikasi
dan mengekplorasi teknik-teknik reboisasi yang bisa dilakukan untuk pemulihan
(recovery) kondisi hutan mangrove yang sudah mengalami kerusakan.
Teknik
yang ditemukan adalah tentang bagaimana cara persemaian bibit dan penanaman mangrove.
Selain itu, diterbitkan juga buku panduan penanaman mangrove. Hasil yang dicapai
pada tahap ini adalah penentuan model pengelolaan hutan mangrove lestari, penerbitan
beberapa buku seperti; buku panduan (guide book) persemaian bibit dan penanaman
mangrove, buku-buku yang berkaitan dengan mangrove, dan reboisasi atau
penanaman mangrove seluas 253 hektar di kawasan Taman Hutan Raya (TAHURA).
Usaha
reboisasi hutan mangrove yang telah dilakukan oleh The Mangrove Information Center
memiliki arti yang sangat penting bagi masyarakat di Kota Denpasar dan Kabupaten
Badung karena persediaan untuk konsumsi oksigen sudah tersedia di tempat ini
dan meningkatkan rasa aman dari bencana tsunami bagi masyarakat yang berdekatan
dengan hutan mangrove tersebut. Selain itu, kesadaran dan kepedulian masyarakat
terhadap pentingnya pelestarian hutan mangrove semakin meningkat. Ini
dibuktikan dengan semakin banyaknya sekolah-sekolah (dari sekolah dasar sampai
perguruan tinggi) dan industri pariwisata dengan secara sukarela untuk ikut
serta menanam pohon mangrove di beberapa tempat seperti di kawasan konservasi
The Mangrove Information Center dan Pulau Serangan yang bibit-bibit pohon
mangrovenya disediakan oleh pihak The Mangrove Information Center.
Usaha
lain yang dilakukan oleh The Mangrove Information Center untuk meningkatkan kesadaran
dan kepedulian masyarakat tentang pentingnya pelestarian lingkungan adalah
dengan membuka kegiatan wisata alam (ecotourism) sehingga masyarakat dapat melihat,
menikmati dan berinteraksi dengan lingkungan secara langsung di kawasan hutan mangrove
tersebut.